Musala Ponpes Sidoarjo Ambruk Diduga Tidak Memiliki Izin Mendirikan Bangunan

Musala yang terletak di asrama putra sebuah institusi pendidikan, mengalami bencana yang tak terduga saat ambruknya bangunan pada sore hari. Kejadian ini berlangsung di wilayah Buduran, Sidoarjo, dan menjadi perhatian besar bagi masyarakat serta pemerintah setempat.

Musala yang baru saja dibangun diduga tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) yang sah. Hal ini diungkapkan oleh Bupati Sidoarjo, yang langsung melakukan peninjauan lokasi kejadian.

Menyusul insiden tersebut, pihak berwenang mulai menelusuri dokumen yang berkaitan dengan izin bangunan dan menemukan bahwa pesantren tersebut tidak memenuhi segala persyaratan perizinan yang diperlukan.

Peninjauan Bencana: Pembicaraan Di Balik Ambruknya Musala

Bupati Sidoarjo menjelaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap regulasi membangun mungkin menjadi alasan utama di balik peristiwa naas ini. Ia menyoroti bahwa proses pembangunan banyak kali dilakukan tanpa memikirkan standar yang berlaku.

Bupati juga mengingatkan pentingnya melakukan pengurusan izin sebelum memulai proyek konstruksi. Beliau berpendapat bahwa kealpaan dalam melakukan pengurusan IMB bisa berakibat fatal, seperti yang terjadi baru-baru ini.

“Saya telah bertanya tentang izin, namun tidak ada yang dapat ditunjukkan. Tindakan mendirikan bangunan tanpa izin jelas sangat berisiko,” kata Bupati, menegaskan kembali betapa vitalnya aspek perizinan dalam setiap proyek konstruksi.

Klarifikasi Dari Pihak Pondok Pesantren

Pihak pesantren, melalui salah satu pengasuhnya, mengaku kebingungan dan tidak mengetahui status IMB dari musala yang ambruk tersebut. Mereka menegaskan bahwa proses pembangunan dilakukan dengan itikad baik, meski tidak memiliki izin bisa menjadi masalah serius ke depannya.

Menurut pengasuh, saat kejadian, musala sedang dalam tahap pengecoran atap, yang diduga menjadi titik lemah dari struktur bangunan. Jelas terlihat bahwa upaya mempercepat pembangunan harus diimbangi dengan cara yang benar agar tidak membahayakan orang lain.

“Kami tidak mengira kondisi bakal seperti ini. Ketika proses pengecoran berlangsung, bagian atas tidak mampu menopang bobot dan akhirnya ambruk,” ungkap salah satu pengasuh, dengan nada penyesalan dalam suaranya.

Korban dan Upaya Penanganan

Insiden yang terjadi telah menimbulkan banyak korban. Hingga malam harinya, tercatat ada 87 orang yang mengalami cedera, di mana satu di antaranya dilaporkan meninggal dunia. Jumlah ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat banyaknya santri yang berada dalam musala saat kejadian.

Dari total tersebut, 38 orang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) R.T. Notopuro, sedangkan beberapa lainnya mendapatkan perawatan di rumah sakit yang berbeda. Pihak penyelenggara kesehatan juga bergerak cepat untuk memulihkan kondisi para korban.

“Kami semua merasa sangat berduka atas kejadian ini. Kami berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan perawatan yang dibutuhkan kepada mereka,” ujar salah satu juru bicara rumah sakit.

Refleksi dan Harapan ke Depan untuk Pesantren

Kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi institusi pendidikan, terutama pondok pesantren dan lembaga sejenis. Aspek perizinan tidak bisa diabaikan hanya demi keinginan untuk segera menyelesaikan pembangunan atau renovasi gedung.

Dalam banyak kasus, kepatuhan terhadap regulasi dapat mencegah berbagai insiden tragis seperti ini. Ke depan, diharapkan semua pihak lebih mendahulukan keselamatan dan aturan yang berlaku dengan cara mengurus IMB sebelum memulai pembangunan.

Tentu saja, harapan agar musala tersebut dapat dibangun kembali dengan standar yang lebih baik ada di benak banyak orang. Di atas semua itu, keselamatan para santri dan pengasuh juga harus diprioritaskan demi keberlangsungan pendidikan yang lebih baik di masa mendatang.

Related posts