Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan telah menegaskan pentingnya Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SHLS) bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang mengoperasikan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kewajiban ini muncul sebagai reaksi atas meningkatnya kasus keracunan makanan di antara anak-anak yang mengonsumsi makanan dari SPPG, yang perlu segera ditangani dengan serius.
Berdasarkan informasi dari Badan Gizi Nasional (BGN), jumlah SPPG di seluruh Indonesia mencapai 9.533 unit. Namun, belum ada data pasti mengenai jumlah SPPG yang sudah memegang sertifikat tersebut, sehingga hal ini menjadi perhatian khusus pemerintah.
“Sertifikat Laik Higiene Sanitasi adalah syarat mutlak. Setelah insiden keracunan yang terjadi, langkah ini harus diwajibkan untuk seluruh SPPG,” kata Zulkifli dalam konferensi pers. Ini menunjukkan bahwa pemerintah menetapkan keselamatan anak-anak sebagai prioritas utama dalam penyediaan makanan bergizi.
Urgensi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi untuk SPPG
Pemerintah telah mengeluarkan instruksi agar semua SPPG segera mendapatkan SHLS. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa makanan yang disajikan kepada anak-anak aman untuk dikonsumsi. Tanpa sertifikat ini, risiko keracunan makanan akan semakin meningkat, sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melakukan pengawasan yang ketat.
“Keamanan anak-anak harus menjadi perhatian utama. Dengan adanya sertifikat ini, masyarakat diharapkan dapat merasa tenang mengenai kualitas makanan yang disajikan,” lanjutnya. Pihak pemerintah juga berkomitmen melakukan pemeriksaan berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan baru ini.
Ihwal keselamatan makanan, Zulkifli menekankan pentingnya kolaborasi antara SPPG dan Puskesmas dalam memantau kualitas makanan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kejadian keracunan yang sebelumnya terjadi dan membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap program MBG.
Jumlah Korban Keracunan Makanan di Program MBG
Kejadian keracunan makanan dalam program MBG menarik perhatian publik setelah BGN mencatat bahwa sebanyak 4.711 orang telah menjadi korban keracunan tersebut. Jumlah ini tersebar di tujuh wilayah di Indonesia, yang menunjukkan perlu adanya perhatian lebih dalam pengawasan kualitas makanan yang disajikan.
Dari data yang diperoleh, wilayah I Sumatra mencatatkan 1.281 orang, sementara wilayah II Jawa mengalami 2.606 kasus. Wilayah III yang meliputi berbagai daerah, termasuk Kalimantan dan Papua, juga tercatat sebanyak 824 orang yang mengalami keracunan.
Namun, informasi berbeda datang dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang melaporkan angka keracunan mencapai 6.452 orang. Ini menunjukkan bahwa ada ketidakcocokan dalam data yang harus segera ditindaklanjuti agar masyarakat mendapatkan informasi yang akurat.
Penyebab Keracunan: Bakteri Dalam Makanan
Laboratorium Kesehatan Jawa Barat mengidentifikasi bakteri Salmonella dan Bacillus Cereus sebagai penyebab utama keracunan makanan di kalangan siswa. Temuan ini menunjukkan bahwa keamanan pangan menjadi isu serius yang tidak bisa diabaikan, terutama dalam menyajikan makanan bagi anak-anak.
Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Labkes Dinas Kesehatan Jawa Barat, dr Ryan Bayusantika Ristandi, bakteri tersebut ditemukan dalam sampel makanan dari program MBG. “Kami mengonfirmasi adanya bakteri pembusuk dalam komponen karbohidrat makanan yang digunakan dalam program ini,” jelasnya.
Pernyataan ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk lebih memperhatikan standar kebersihan dalam penyediaan makanan. Setiap langkah yang diambil kini harus lebih transparan untuk menjamin keamanan makanan bagi masyarakat.
Tindakan Selanjutnya dan Rekomendasi Pemerintah
Pemerintah berencana untuk meningkatkan pengawasan terhadap SPPG dan memastikan bahwa semua unit memenuhi standar kebersihan yang ditetapkan. Ini termasuk pemeriksaan rutin oleh Puskesmas untuk memastikan bahwa makanan yang disajikan tidak hanya bergizi tetapi juga aman.
Zulkifli Hasan meminta agar setiap pemangku kepentingan dapat bekerja sama dalam mengimplementasikan program ini secara efektif. “Semua langkah harus diambil untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap penyediaan makanan bergizi,” ujarnya.
Pemerintah juga mengharapkan dukungan dari masyarakat untuk melaporkan jika menemukan kejanggalan dalam penyajian makanan di SPPG. Ini adalah langkah dalam menciptakan sistem pengawasan yang lebih baik dan menjamin keselamatan anak-anak yang mengonsumsi makanan dari program MBG.