Pada tanggal 30 September, sebuah peristiwa menarik terjadi di Nepal ketika seorang anak berusia dua tahun bernama Aryatara Shakya dinyatakan sebagai Kumari, atau Dewi Perawan. Penobatan ini menggantikan Kumari sebelumnya yang telah mencapai usia pubertas dan dianggap kembali menjadi manusia biasa.
Upacara festival di Kathmandu, ibukota Nepal, dihadiri oleh keluarga dan masyarakat setempat sebagai bentuk perayaan. Ini menjadi momen penuh suka cita bagi banyak orang, menandakan dimulainya peran baru Aryatara dalam tradisi yang sudah berlangsung lama.
Dewi Perawan ini dihormati dan disembah oleh umat Hindu dan Buddha di daerah tersebut. Penetapan calon Kumari ini mematuhi kriteria ketat, di mana gadis-gadis berusia 2 hingga 4 tahun dipilih berdasarkan sejumlah aspek fisik yang sempurna dan tanpa cacat.
Ritual Penobatan Kumari yang Meriah dan Layak Dikenang
Selama festival, Aryatara Shakya diarak menggunakan kereta yang ditarik oleh para penyembah, menciptakan suasana yang sangat khidmat. Mereka yang berpartisipasi mengenakan pakaian merah yang khas, dengan rambut yang disanggul serta lukisan mata ketiga di dahi mereka, menambah keanggunan ritual ini.
Kerumunan orang-orang mengiringi perjalanan Shakya dengan penuh semangat, semuanya berbondong-bondong merayakan momen bersejarah ini. Tak hanya itu, mereka juga membawa bunga dan uang sebagai persembahan, yang dianggap sebagai bentuk penghormatan tertinggi dalam budaya lokal.
Umumnya, para Kumari akan memberikan berkah kepada umat yang hadir, termasuk para tokoh penting seperti presiden. Prosesi ini menunjukkan betapa besarnya rasa hormat yang diberikan kepada sosok Kumari dan pentingnya posisi itu dalam masyarakat.
Sejarah dan Tradisi Penetapan Kumari di Nepal
Tradisi penetapan Kumari memiliki akar yang dalam dalam sejarah Nepal, dan menggambarkan keyakinan spiritual yang kuat di kalangan masyarakat. Sebelum penobatan, keluarga Aryatara sempat merasakan tanda-tanda bahwa putri mereka memiliki takdir yang istimewa.
Sebelum lahir, sang ibu pernah bermimpi bahwa anaknya adalah seorang dewi, sebuah presignifikasi yang menandakan bahwa Aryatara dipilih untuk peran sakral ini. Penetapan Kumari menjadi sebuah kehormatan besar, namun juga membawa tantangan dan batasan yang ketat dalam hidup mereka.
Setelah menjalani masa penobatan, Kumari akan hidup terkurung dengan sedikit interaksi sosial. Mereka hanya diizinkan keluar dalam acara-acara khusus atau festival, yang membatasi pengalaman mereka dibandingkan dengan anak-anak seusia mereka.
Tantangan yang Dihadapi Mantan Kumari Setelah Pensiun
Setelah menyelesaikan masa jabatan sebagai Kumari, banyak dari mereka mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan normal. Para mantan Kumari sering kali mengalami tantangan dalam dunia sosial dan pendidikan, karena mereka terbiasa hidup dalam lingkungan yang sangat terkendali.
Adaptasi terhadap kehidupan yang biasa dapat sangat sulit, dan bagi sebagian mantan Kumari, ada stigma yang melekat pada status mereka sebagai “dewi.” Cerita rakyat mengatakan bahwa pria yang menikahi mantan Kumari akan menghadapi nasib buruk, sehingga banyak dari mereka memilih untuk tetap melajang.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada mulai adanya perubahan positif dalam tradisi ini. Mantan Kumari kini diizinkan untuk bersekolah dengan pendidik privat, dan bahkan dapat menikmati hiburan modern seperti menonton televisi di dalam kuil.
Perubahan ini menunjukkan suatu evolusi dalam pandangan masyarakat terhadap peran dan masa depan Kumari. Walaupun tantangan tetap ada, langkah-langkah ini membuka jalan bagi generasi berikutnya untuk menjalani kehidupan yang lebih seimbang dan berpeluang untuk berkembang secara sosial.
Pemerintah Nepal juga mulai memberikan pensiun bulanan kecil kepada mantan Kumari, sebagai bentuk dukungan yang dapat meringankan beban mereka dalam beradaptasi dengan masyarakat setelah masa penobatan berakhir.